Semalamam hujan terus mengguyur kota Bandung, membuat berpikir beberapa kali untuk kegiatan outdoor besok di kawasan Utara. Rencanya besok akan trail running dari Sukawana menuju tower Tangkuban Parahu. Semoga saja besok cuaca lebih ramah, tak perlu cerah.
Namun esoknya cuaca tetap muram, maka dengan sedikit memaksakan diri kami bermotor menembus hujan dan tiba di perkebunan teh Sukawana pukul 8.30 pagi. Cukup menjadi tantangan juga memakai motor matic hingga ke warung terakhir. Walau warga setempat tampak terbiasa, dalam kabut tebal berhujan ini motor sempat beberapa kali sempoyongan.
Setelah ngobrol sebentar dengan empunya warung, dengan sedikit enggan kami mengganti kostum seraya menatap ragu pada dinding putih yang tebal di depan. Pergulatan antara rasa ragu dengan adrenalin yang malah meronta. Setelah sejenak dibuai kopi panas dan indomie telor, wajar bila tekad yang kemarin terasa membaja kini sedikit meleleh. Namun seperti ada panggilan dari balik kabut, yang halus menyelinap kerelung hati. Menggoda, dan membuat adrenalin terpesona. Akhirnya kami memantapkan diri menembus gerimis dan kabut.
“Moal make raincoat?” tanya Bais.
“Kagok, mening babaseuhan,” ujar Bar.
Jarak Sukawana ke tower sekitar enam kilometer, jadi pulang pergi sekitar 12 kilometer. Jalur ini sebelumnya pernah kami survey memakai jip (lihat Tower Tangkuban Parahu yang Bersejarah ). Medan nya sangat menarik dimana perbukitan teh yang meliuk-liuk akan membawa kita naik ke perbukitan. Dari atas perbukitan teh ini kota Bandung akan terlihat. Namun cuaca muram kala itu, sehingga percuma mengabadikannya.
Setelah perkebunan teh habis, jalur koral mulai memasuki area pinus dan kebun kopi sebelum akhirnya memasuki hutan. Sebuah pohon tumbang yang bulan lalu masih menutupi jalan, tampak sudah dibersihkan namun tak ada yang berubah dari jalanan koral yang rusak ini. Bila jalan diperbaiki, sangat mungkin kawasan ini marak menjadi atraksi turis. Namun disisi lain, rasa sunyi ini akan hilang. Dan bila boleh memilih, kami lebih suka keheningan yang syahdu ini.
Beberapa tempat bisa menjadi cek point di trek koral ini antara lain : warung Sukawana, warung proyek di sebelah atas, shelter pemanen getah pinus/kopi, area camping dan tower. Spot-spot itu dapat menjadi tempat acuan untuk ‘push’ sebelum menarik nafas sejenak. Terus terang, kamipun banyak menarik nafas di jalur ini. Hanya tiga kilometer pertama saja terus berlari, selebihnya harus berhenti-berhenti menarik nafas.
Tantangan terbesar meneruskan langkah menuju tower didapat menjelang hutan. Hujan mengguyur semakin deras, jalan koral menjadi aliran sungai. Bad weather, hard terrain, easy decision: keep on running. Dalam hutan yang diselimuti kabut sesekali terdengar suara dari hutan. Hanya suara burung sebetulnya, namun cukup membuat suasana agak tegang bila jarak berjauhan. Nuansa sedikit mistis tak dipungkiri sedikit menyeruak. Saya akan berpikir beberapa kali bila lari sendirian disini.
Akhirnya sampai juga di tower, cuaca yang muram tak membuat ingin lama-lama disana. Bisa-bisa terkena hipotermi. Bila diam, dingin mulai terasa hinggap dibadan, siap meremukkan persendian secara perlahan. Kamipun meneruskan lari-lari kecil kembali menuju Sukawana, kali ini tanpa berhenti karena ingin segera berteduh dan menikmati keajaiban minuman teh panas di warung. @districtonebdg